Skandal Dana Bos
Pertanyaan mengapa masih ada pungutan sekolah dan beberapa anggaran pembelian buku pelajaran sering tidak terjawab, ini merupakan keluhan orangtua, murid, guru dan bahkan wakil kepala sekolah. Mungkin hanya dua pihak yang mengetahui detail pegelolaan dana bantuan operasional sekolahdi sekolah, yakni kepla sekolah dan Tuhan.
Korupsi baru dan bisnis??
Mekanisme baru yang di haruskan oleh Kemendiknas yaitu Dana Bos tidak lagi di transfer dai bendahara negara ke rekening sekolah, tetapi di transfer ke kas APBD selanjutnya ke rekening sekolah. Alsannya, mekanisme baru ini bertujuan untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara ini, diharapkan penelolaan menjadi lebi tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan. Alhasil, Kepsek harus mencari berbagai sumber pinjaman untuk mengatasi keterlambatan itu. Bahkan ada yang meminjam kepada rentenir dengan bunga tinggi. Untuk menutupi biaya ini, kepsek memanipulasi surat pertanggungjawaban yang wajib disampaikan setiap triwulan kepada tim manajemen BOS. Dana BOS merupakan lahan bisnis kepala sekolah selain dari uang buku.
BPK dengan mudahnya menemukan kecurangan-kecurangan dalam aliran dana BOS ini. Berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008 pada 3.237 sekolah sample di 33 provinsi dana BOS lebih kurang Rp. 28 miliar. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp. 13,6 juta.
Keterlibatan Politisi Lokal???
Perubahan mekanisme penyaluran dana BOS sesuai dengan mekanisme APBD secara tidak langsung mengundang keterlibatan birokrasi dan politisi lokal dalam penyaluran dana BOS. Resikonya sekolah menanggung biaya politik dan birokrasi. Selanjutnya, untuk mencairkan dana BOS sekolah harus rela membayar sejumlah uang muka atau pemotongan dana sebagai syarat pencairan dana BOS. Kepsek dan guru juga harus loyal kepada kepentingan para politisi lokal ketika musim PILKADA. Dengan demikian, praktik korupsi dana BOS akan semakin marak karena aktor yang terlibat dalam penyaluran semakin banyak.
Partisipasi Publik??
Salah satu penyebab utama maraknya penyelewengan dana BOS adalah minimnya partisipasi dan transparasi publik dalam pengelolaannya. Selama ini dana BOS mutlak dalam kendali kepsek tanpa keterlibatan warga sekolah seperti, guru, komite sekolah, orang tua murid. Untuk menekan kebocoran dana pendidikan partisipasi publik harusnya syarat mutlak
Pertanyaan mengapa masih ada pungutan sekolah dan beberapa anggaran pembelian buku pelajaran sering tidak terjawab, ini merupakan keluhan orangtua, murid, guru dan bahkan wakil kepala sekolah. Mungkin hanya dua pihak yang mengetahui detail pegelolaan dana bantuan operasional sekolahdi sekolah, yakni kepla sekolah dan Tuhan.
Korupsi baru dan bisnis??
Mekanisme baru yang di haruskan oleh Kemendiknas yaitu Dana Bos tidak lagi di transfer dai bendahara negara ke rekening sekolah, tetapi di transfer ke kas APBD selanjutnya ke rekening sekolah. Alsannya, mekanisme baru ini bertujuan untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara ini, diharapkan penelolaan menjadi lebi tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan. Alhasil, Kepsek harus mencari berbagai sumber pinjaman untuk mengatasi keterlambatan itu. Bahkan ada yang meminjam kepada rentenir dengan bunga tinggi. Untuk menutupi biaya ini, kepsek memanipulasi surat pertanggungjawaban yang wajib disampaikan setiap triwulan kepada tim manajemen BOS. Dana BOS merupakan lahan bisnis kepala sekolah selain dari uang buku.
BPK dengan mudahnya menemukan kecurangan-kecurangan dalam aliran dana BOS ini. Berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008 pada 3.237 sekolah sample di 33 provinsi dana BOS lebih kurang Rp. 28 miliar. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp. 13,6 juta.
Keterlibatan Politisi Lokal???
Perubahan mekanisme penyaluran dana BOS sesuai dengan mekanisme APBD secara tidak langsung mengundang keterlibatan birokrasi dan politisi lokal dalam penyaluran dana BOS. Resikonya sekolah menanggung biaya politik dan birokrasi. Selanjutnya, untuk mencairkan dana BOS sekolah harus rela membayar sejumlah uang muka atau pemotongan dana sebagai syarat pencairan dana BOS. Kepsek dan guru juga harus loyal kepada kepentingan para politisi lokal ketika musim PILKADA. Dengan demikian, praktik korupsi dana BOS akan semakin marak karena aktor yang terlibat dalam penyaluran semakin banyak.
Partisipasi Publik??
Salah satu penyebab utama maraknya penyelewengan dana BOS adalah minimnya partisipasi dan transparasi publik dalam pengelolaannya. Selama ini dana BOS mutlak dalam kendali kepsek tanpa keterlibatan warga sekolah seperti, guru, komite sekolah, orang tua murid. Untuk menekan kebocoran dana pendidikan partisipasi publik harusnya syarat mutlak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar