Sabtu, 27 November 2010

Proses Pemilihan Pemimpin Daerah

Pemilihan pemimpin adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.Pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan.Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.[rujukan?] Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.[rujukan?]
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

A. Yang dilakukan oleh Partainya
proses pertama yang biasanya dilakukan adalah menyusun visi dan misi karena hal ini sangat penting untuk rancangan kinerja partai tersebut. Visi dan Misi dari partai merupakan wacana yang dapat kita lihat. Setelah itu proses kampanye merupakan proses untuk memikat warga untuk memilih partainya dengan berbagai cara salah satunya mengadakan kampenya dengan seunik mungkin biasanya dengan menggandeng artis dan melakukan pidato dengan menyakinkan masyarakat. Proses kampanye merupakan salah satu tolak ukur partai untuk melihat sejauh mana masyarakat loyal teradap partainya.

B. Peranan partai dan kelompok kepentingan samapai pada tahap pengambilan keputusan.
Peranan partai sangat berperan dalam pemilihan pemimpinan daerah karena partai merupakan penghubung untuk dapat masuk ke dalam birokrasi pemerintahan. Kelompok kepentingan adalah setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik. Kecuali dalam keadaan luar biasa, kelompok kepentingan tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintah secara langsung.

Struktur Politik (Kelompok Elite, Kelompok kepentingan, Kelompok Birokrasi, massa)

A. ELITE

Dalam pengertian yang umum elite itu menunjuk sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam pengertian yang khusus dapat diartikan sekelompok orang yang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Golongan minoritas yang berada pada posisi atas yang secara fungsional dapat berkuasa dan menentukan dalam studi sosial dikenal dengan elite. Elite adalah suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial.
Elite internal menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan Elite eksternal adalah meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi, berhubungan dengan problem-problem yang memperlihatkan sifat yang keras, masyarakat lain atau masa depan yang tak tentu.
Perbedaan elite sebagai pemegang strategi secara garis besar, sebagai berikut :
a. Elite politik (elite yang berkuasa dalam mencapai tujuan. Yang paling berkuasa atau mempunyai pengaruh biasanya disebut elite segala elite).
b. Elite ekonomi, militer, diplomatik dan cendekiawan, (mereka yang berkuasa atau mempunyai pengaruh dalam bidang itu).
c. Elite agama, filsuf, pendidik dan pemuka masyarakat.
d. Elite yang dapat memberikan kebutuhan psikologis, seperti : artis, penulis, tokoh film, olahragawan dan sebagainya.
Elite dari segala elite dapatlah menjalankan funsinya dengan mengajak para elite pemegang strategi di tiap bidangnya untuk bekerja sebaik-baiknya.
Walaupun begitu, dimanapun juga para elite pemegang strategi tersebut memiliki prinsip yang sama dalam menjalankan fungsi pokok maupun fungsinya yanng lain, seperti memerikan contoh tingkah laku yang baik kepada masyarakatnya, mengkoordinir serta menciptakan yang harmonis dalam berbagai kegiatan, fungsi pertahanan dan keamanan, meredakan konflik sosial maupun fisik dan dapat melindungi masyarakatnya terhadap sebagai bahaya dari luar.

B. Kelompok Kepentingan ( Interest Group )

Kelompok kepentingan adalah setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik. Kecuali dalamkeadaan luar biasa, kelompok kepentingan tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintah secara langsung.
Jenis-jenis kelompok kepentingan menurut Gabriel a. Almond meliputi:
1. Kelompok anomic adalah kelompok yang terbentuk diantara unsur-unsur dalam masyarakat secara spontan dan hanya seketika, dan arena tidak memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur, maka kelompok ini sering tumpah tindih (overlap).
2. Kelompok Non Assosiasional adalah kelompok yang termaksud kategori kelompok masyarakat awam dan tidak terorganisir rapi dan kegiatannya bersifat temporer.
3. Kelompok Institusional adalah kelompok formal yang memiliki struktur, visi, misi, tugas, fungsi serta sebagai artikulasi kepentingan contohnya: partai politik, korporasi bisnis, badan legislatif dll
4. Kelompok Assosiasional adalah kelompok yang terbentuk dari masyarakat dengan fungsi untuk mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah atau perusahaan pemilik modal. Contoh Muhammadiyah, KWI dll.

C.Kelompok Birokrasi

Kata “birokrasi” dapat diartikan mengandung pengertian: (a) Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan; (b) Cara bekerja atau pekerjaan yang lamban, serta menurut tata aturan (adat, dsb) yang banyak liku-likunya, dan sebagainya.
Menurut Blau dan Meyer, birokrasi adalah jenis organisasi yang dirancang untuk menangani tugas-tugas administrasi dalam skala besar serta mengkoordinasikan pekerjaan orang banyak secara sistematis. Sementara itu, Bintoro Tjokroamidjojo mengatakan bahwa birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisir secara rasional dan formal. Jabatan-jabatan dalam organisasi diitegrasikan ke dalam keseluruhan struktur birokrasi. Dengan demikian, birokrasi disusun sebagai hirarki otoritas yang terelaborasi yang mengutamakan pembagian kerja secara terperinci yang dilakukan sistem administrasi, khususnya oleh aparatur pemerintah.
Sehubungan dengan hal ini, Miftah Thoha mengatakan bahwa birokrasi merupakan kepemimpinan yang diangkat oleh suatu jabatan yang berwenang, dia menjadi pemimpin karena mengepalai suatu unit organisasi tertentu. Kepemimpinan birokrasi selalu dimulai dari peran yang formal, yang diwujudkan dalam hirarki kewenangan. Dalam hal ini, kewenangan birokrasi merupakan kekuasaan legitimasi jika pimpinan mempunyai otoritas berarti efektif kepemimpinannya.
Eddhi Sudarto, yang mengutip Weber,memberikan ciri-ciri birokrasi sebagai berikut:
1. Kegiatan sehari-hari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi di distribusikan melalui cara yang telah ditentukan, dan dianggap sebagai tugas resmi;
2. Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hirarkis yaitu bahwa unit yang lebih rendah dalam sebuah kantor berada di bawah administratoran dan pembinaan yang lebih tinggi;
3. Pelaksanaan tugas diatur oleh suatu sistem peraturan abstrak yang konsisten dan mencakup penerapan aturan tersebut dalam kasus-kasus tertentu;
4. Seorang pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya tanpa perasaan-perasaan dendam atau nafsu dan oleh karena itu, tanpa persaan-perasaan kasih sayang atau auntianisme;
5. Pekerjaan dalam suatu organisasi birokratis didasarkan kepada kualifikasi teknis dan dilindungi dari kemungkinan pemecatan secara sepihak; dan
6. Pengalaman secara universal cenderung mengungkapkan bahwa tipe organisasi administratif murni yang berciri birokratis dilihat dari sudut pandangan yang semata-mata bersifat teknis, mampu mencapai tingkat efisiensi yang tinggi.
Pencirian di atas dirangkum oleh Feisal Tamin, ketika mengatakan bahwa birokrasi merupakan suatu struktur otoritas atau organisasi yang didasarkan atas peraturan-peraturan yang jelas dan rasional serta posisi-posisi yang dipisahkan dari orang yang mendudukinya.
Selanjutnya, dengan mengutip pendapat Denhard, Feisal Tamin mengemukakan bahwa birokrasi ditandai dengan kinerja yang sarat dengan acuan sebagai berikut:
1. Komitmen terhadap nilai-nilai sosial politik yang telah disepakati bersama (publicly defined societal values) dan tujuan politik (political purpose);
2. Implementasi nilai-nilai sosial politik yang berdasarkan etika dalam tatanan manajemen publik (provide an ethical basis for public management);
3. Realisasi nilai-nilai sosial politik (exercising social political values);
4. Penekanan pada pekerjaan kebijakan publik dalam rangka pelaksanaan mandat pemerintah (emphasis on public policy in carrying out mandate of government);
5. Keterlibatan dalam pelayanan publik (involvement overall quality of public services); dan
6. Bekerja dalam rangka penanganan kepentingan umum (operate in public interest).
Konsep birokrasi di atas dapat dikaitkan dengan 4 (empat) fungsi yang diemban sebuah birokrasi negara, yaitu:
1. Fungsi instrumental, yaitu menjabarkan perundang-undangan dan kebijaksanaan publik dalam kegiatan-kegiatan rutin untuk memproduksi jasa, pelayanan, komoditi, atau mewujudkan situasi tertentu;
2. Fungsi politik, yaitu memberi input berupa saran, informasi, visi, dan profesionalisme untuk mempengaruhi sosok kebijaksanaan;
3. Fungsi katalis public interest, yaitu mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan publik dan mengintegrasikan atau menginkorporasiklannya di dalam kebijaksanaan dan keputusan pemerintah; dan
4. Fungsi entrepreneurial, yaitu memberi insipirasi bagi kegiatan-kegiatan inovatif dan non-rutin, megaktifkan sumber-sumber potensial yang idle, dan menciptakan resource-mix yang optimal untuk mencapai tujuan.
Menurut Mochtar Mas’oed, birokrasi sebagai aparat negara mempunyai 5 (lima) kelompok fungsi dengan derajat keaktifan yang berbeda. Fungsi paling sederhana dengan tingkat keaktifan paling rendah adalah sekedar melakukan administrasi. Ini adalah gambaran kaum liberal abad ke-18 mengenai pemerintah yang pasif dan netral. Ia hanya melaksanakan pekerjaan secara administratif, mencatat statistik, dan menyimpan arsip. Kadang-kadang ia digambarkan seperti “tukang jaga malam.” Kalau masyarakat libur bekerja, negara tidak boleh ikut campur, tetapi kalau masyarakat tidur, negara harus menjaga keamanan mereka. Ketika negara sedemikian aktifnya, ia melakukan fungsi arbitrasi dan regulasi. Di sini, ia aktif menerapkan kekuasaan sebagai polisi dan menyelesaikan sengketa antarberbagai kelompok masyarakat dan mencoba mengendalikan kegiatan kelompok-kelompok masyarakat itu sehingga tidak menimbulkan konflik yang terbuka.
Dalam tahap perkembangan berikut, negara menjadi lebih aktif dalam kehidupan ekonomi dengen menerapkan pengendalian finansial, moneter, dan fiskal. Pemerintah lebih aktif mempengaruhi pasar konsumen, volume uang yang beredar dalam masyarakat, dan pasok kapital. Misalnya, memberi subsidi suku bunga uang rendah agar investor tertarik melakukan investasi, menetapkan anggaran belanja negara dengan tujuan merangsang produksi barang dalam negeri, menetapkan pajak progresif demi pemerataan, dan sebagainya. Tindakan birokrasi yang paling aktif adalah melakukan tindakan langsung. Dalam hal ini negara menggunakan sumberdayanya untuk

D. MASSA

Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam perilaku missal, seperti mereka yang terbangkitkan minatnya oleh beberapa peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan yang diberitakan dalam pers, atau mereka yang berperan serta dalam suatu migrasi dalam arti luas.
Hal-hal yang penting dalam Massa
a. Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata social, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan, tingkat kemakmuran atau kebudayaan yang berbeda-beda
b. Massa merupakan kelompok yang anonym, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonym.
c. Sedikit sekali interaksi atau bertukar pengalaman antar anggota-anggotanya.
d. Tidak bisa bertindak secara bulat atau sebagai suatu kesatuan.
Peranan Elite terhadap Massa
Kelompok elite penentu lebih banyak berperan dalam mengemban fungsi sosial, sebagai berikut :
a. Elite penentu dapat dilihat sebagai suatu lembaga kolektif yang merupakan pencerminana kehendak-kehendak masyarakatnya. Dalam hal ini elite penentu bertindak sebagai pengambil keputusan terakhir.
b. Sebagai lembaga politik, elite penentu mempunyai peranan memajukan kehidupan masyarakatnya dengan memberikan kerangka pemikiran konsepsional sehingga massa dapat dengan tepat menanggapi permasalahan yang dihadapinya.
c. Elite penentu memiliki peranan moral dan solidaritas kemanusiaan baik dalam pengertian nasionalisme maupun pengertian universal.
d. Elite penentu lainnya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pemuasanhedonik atau pemuasan intrinsik lainnya bagi manusia khususnya terhadap reaksi-reaksi emosional.

Pernikahan Beda Agama

Globalisasi yang berkembang sekarang ini, yang diimbangi dengan kemajuan teknoligi yang pesat telah mengubah semua struktur di kehidupan sosial masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman yang telah mengubah pola pikir serta paradigma sosial di masyarakat sepertinya masalah pernikahan beda agama bukan lagi masalah yang krusial di tengah-tengah masyarakat kita. Seperti yang kita ketahui bersama,Agama merupakan suatu kepercayaan yang sangat mengikat dan esensial dalam kehidupan. Pernikahan beda agama sekarang ini bukan lagi hal yang tabu dalam masyarakat modern. Perubahan teknologi, cara pikir dan sudut pandang masyarakat kita sekarang telah sangat berubah. Perbedaan yang jelas-jelas sangan esensialpun mereka kesampingkan karena hanya untuk hidup berdampingan tanpa mengindahkan aturan agama dan norma kehidupan. Ini merupakan salah satu contoh dari perubahan sosial di tengah masyarakat kita sekarang ini. Semua ini menjadi pelajaran hidup yang terbaik dari kita semua, bahwasannya pernikan merupakan hal terindah dalam hidup dan lebih terindah lagi apabila kita tetap pada jalur agama yang semestinya.

Jumat, 19 November 2010

Fungsi-Fungsi Sosiologi Politik, Rekrutment Politik, Komunikasi Politik, Stratifikasi Politik

A. Pengertian sosialisasi politik

Keterlaksanaan sosialisasi politik sangat ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi dan kebudayaan dimana seseorang/individu berada selain itu, juga ditentukan oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadian seseorang. Sosialisasi politik, merupakan proses yang berlangsung lama danrumit yang di hasilkan dari usaha saling mempengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya.

a. David F. Aberte dalam "cultur and socialization".
sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek tingkahlaku yang menanamkan pada individu-individu keterampilan (termaksud ilmu pengetahuan), motif-motif dansikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah di antisipasikan (dan yang teris berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.

b. Gabriel A. ALMOND
Sosialisasi politik menunjukkan pada proses dimana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untukmenyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.

proses penanaman kepercayaan dan nilai-nilai dari orang-orang menjadi basis untuk suatu kultur politis masyarakat, dan kultur seperti itu menggambarkan parameter kehidupan politis dan tindakan pemerintah atau Negara. Tetapi sebagian ahli membantah bahwa orang-orang itu mempunyai latar belakang sosial serupa, tingkatan pendidikan atau pendapatan, suatu agama umum, jenis kelamin atau persaingan ras yang mempunyai pandangan politis yang sebagian besar sama; karenanya, sosialisasi politis merupakan sifat yang sudah melekat pada nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan suatu proses yang dapat dipelajari.

B. REKRUITMENT POLITIK
Rekruitment adalah proses mencari anggota yang dilakukan oleh organisasi atau lembaga yang bersifat politik dan lembaga yang bersifat non politik. Usaha memperoleh anggota oleh organisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara atau pola. Cara atau pola yang digunakan oleh organisasi atau lembaga selalu berdasarkan pada orientasi organsisasi/lembaga bersangkutan.
Rekruitment politik adalah proses mencari anggotan organsiasi yang berbakat oleh organisasi politik/lembaga politik untuk dijadikan pengurus organisasi politik atau dicalonkan oleh organisasi sebagai anggota legislatif atau eksekutif baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Rekruitment politik merupakan usaha yang dilakukan oleh organisasi politik/lembaga politik untuk mengembangkan organisasi politik. Dalam mengembangkan organisasi politik, maka harus merekrut sejumlah anggota masyarakat yang berbakat di bidang politik untuk di jadikan anggota organisasi politik. Contohnya Kaderisasi

C. KOMUNIKASI POLITIK

· Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.”
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.

Pola-pola Komunikasi Politik

1.Pola komunikasi vertikal (top down, dari pemimpin kepada yang dipimpin)
2.Pola komunikasi horizontal (antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok)
3.Pola komunikasi formal (komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal)
4.Pola komunikasi informal ( komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola komunikasi politik

1.Faktor fisik (alam)
2.Faktor teknologi
3.Faktor ekonomis
4.Faktor sosiokultural (pendidikan, budaya)
5.Faktor politis

Saluran Komunikasi Politik

1.Komunikasi Massa yaitu komunikasi ’satu-kepada-banyak’

Contoh : komunikasi melalui media massa.

2.Komunikasi Tatap Muka yaitu dalam rapat umum, konferensi pers, dan Komunikasi Berperantara yaitu ada perantara antara komunikator dan khalayak, contoh TV.


3.Komunikasi Interpersonal yaitu komunikasi ’satu-kepada-satu’ contohnya door to door visit, temui publik atau Komunikasi Berperantara yaitu pasang sambungan langsung ‘hotline’ buat publik.

4.Komunikasi Organisasi yaitu gabungan komunikasi ’satu-kepada-satu’ dan ’satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka, contohnya diskusi tatap muka dengan bawahan/staf dan Komunikasi Berperantara contohnya pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya. (http://romeltea.com/)

Komponen-komponen Sistem Komunikasi Politik
1.Lembaga-lembaga politik dalam aspek-aspek komunikasinya
2.Institusi-institusi media dalam aspek-aspek politiknya
3.Orientasi khalayak terhadap komunikasi politik
4.Aspek-aspek budaya politik yang relevan dengan komunikasi. (Gurevitch dan Blumle)

D. STRATIFIKASI POLITIK

Stratifikasi tersusun secara bertingkat yang terdiri atas:
1. Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang lingkupnya menyeluruh secara nasional, misal: penetapan UUD. Penentu tingkatan ini adalah MPR dengan produk kebijakan berupa UUD dengan ketetapan MPR.

2. Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak yang lingkupnya juga menyeluruh nasional. Penentu tingkatan ini adalah Presiden. Produk dari Presiden dan DPR adalah UU atau Perpu, dari kewenangan Presiden adalah Peraturan Pemerintah untuk mengantur pelaksanaan UU.

3. Tingkat Kebijakan Khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang atau pemerintahan sebagai penjabaran terhadap kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. Penentunya adalah menteri produknya berupa Surat edaran menteri.

4. Tingkat kebijakan teknis meliputi penggarisan dalam suati\u sektor bidang utama. Penentunya adalah pimpinan eselon pertama Departemen Pemerintahan maupun pimpinan lembaga-lembaga nondepartemen.

5. Tingkat Kebijakan Daerah meliputi kebijakan mengenai pelaksanaan pemerintah pusat di daerah maupun kebijakan pemerintah daerah. Penentunya adalah gubernur. Produknya adalah keputusan/instruksi Bupati/walikota untuk Kabupaten/kotamadya


SISTEM POLITIK INDONESIA

Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, di mana kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan.

Para Bapak Bangsa (the Founding Fathers) yang meletakkan dasar pembentukan negara
Indonesia, setelah tercapainya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka sepakat
menyatukan rakyat yang berasal dari beragam suku bangsa, agama, dan budaya yang tersebar
di ribuan pulau besar dan kecil, di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Indonesia pernah menjalani sistem pemerintahan federal di bawah Republik Indonesia Serikat
(RIS) selama tujuh bulan (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950), namun kembali ke bentuk
pemerintahan republik.

Setelah jatuhnya Orde Baru (1996 - 1997), pemerintah merespon desakan daerah-daerah
terhadap sistem pemerintahan yang bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep
Otonomi Daerah untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan.
Undang-undang Dasar 1945

Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang mengatur
kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan hubungan
antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). UUD 1945 juga mengatur
hak dan kewajiban warga negara.

Lembaga legislatif terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang merupakan lembaga
tertinggi negara dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Lembaga Eksekutif terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
seorang wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi dipimpin oleh
seorang gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya dipimpin oleh seorang
bupati/walikota.

Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah Agung
(MA) sebagai lembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain yang berada
di bawahnya. Fungsi MA adalah melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, memberi
nasehat, dan fungsi adminsitrasi.

Saat ini UUD 1945 dalam proses amandemen, yang telah memasuki tahap amandemen
keempat. Amandemen konstitusi ini mengakibatkan perubahan mendasar terhadap tugas dan
hubungan lembaga-lembaga negara.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Fungsi pokok MPR selaku lembaga tertinggi negara adalah menyusun konstitusi negara;
mengangkat dan memberhentikan presiden/wakil presiden; dan menyusun Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN).
Fungsi pokok MPR yang disebut di atas dapat berubah bergantung pada proses amandemen
UUD 1945 yang sedang berlangsung.
Jumlah anggota MPR adalah 700 orang, yang terdiri atas 500 anggota DPR dan 200 anggota
Utusan Golongan dan Utusan Daerah, dengan masa jabatan lima tahun.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Selaku lembaga legislatif, DPR berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan dan bersama-sama
dengan pemerintah menyusun Undang-undang.
Jumlah anggota DPR adalah 500 orang, yang dipilih melalui Pemilihan Umum setiap lima tahun
sekali.

Presiden/Wakil Presiden
Presiden Republik Indonesia memegang pemerintahan menurut UUD 1945 dan dalam
melaksanakan kewajibannya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden. Dalam sistem
politik Indonesia, Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan yang
kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya.
Presiden juga berkedudukan selaku mandataris MPR, yang berkewajiban menjalankan Garisgaris
Besar Haluan Negara yang ditetapkan MPR.
Presiden mengangkat menteri-menteri dan kepala lembaga non departemen (TNI/Polri/Jaksa
Agung) setingkat menteri untuk membantu pelaksanaan tugasnya.
Dalam UUD 1945 (versi sebelum amandemen) disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden
dipilih oleh MPR dengan suara yang terbanyak. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan
selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

Mahkmah Agung
Mahkamah Agung (MA) adalah pelaksana fungsi yudikatif, yang kedudukannya sejajar dengan
lembaga tinggi negara lainnya. MA bersifat independen dari intervensi pemerintah dalam
menjalankan tugasnya menegakkan hukum dan keadilan, meski penunjukan para hakim agung
dilakukan Presiden.

Lembaga Tinggi Negara Lainnya
Lembaga tinggi negara lainnya adalah Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan
Pertimbangan Agung (DPA).
Fungsi utama BPK adalah melakukan pemeriksaan keuangan pemerintah. Temuan-temuan BPK
dilaporkan ke DPR, selaku badan yang menyetujui Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN).

DPA berfungsi untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan Presiden yang
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, termasuk dalam masalah politik, ekonomi, social
budaya, dan militer. DPA juga dapat memberi nasehat atau saran atau rekomendasi terhadap
masalah yang berkaitan dengan kepentingan negara.
Anggota DPA diusulkan oleh DPR dan diangkat oleh Presiden untuk masa bakti lima tahun.
Jumlah anggota DPA adalah 45 orang.
Pemerintah Daerah
Di tingkat daerah, sebuah provinsi dikepalai oleh seorang gubernur sedangkan
kabupaten/kotamadya dikepalai oleh seorang bupati/walikota. Saat ini terdapat 30 provinsi dan
360 kabupaten/kotamadya.
Sejak diberlakukannya UU Nomor 22/1999 tentang pelaksanaan Otonomi Daerah pada tanggal
1 Januari 2001, kewenangan pengelolaan daerah dititikberatkan ke Kabupaten, sehingga
hubungan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten lebih bersifat koordinasi.
Hubungan lembaga legislatif, eksekutif, dan legislatif di tingkat daerah sama halnya dengan
hubungan antarlembaga di tingkat nasional. Contohnya, tugas DPR Tingkat I adalah mengawasi
jalannya pemerintahan di tingkat provinsi dan bersama-sama dengan Gubernur menyusun
peraturan daerah. Lembaga yudikatif di tingkat daerah diwakili oleh Pengadilan Tinggi dan
Pengadilan Negeri.

sumber : http://www.abc.net.au/ra/federasi/tema1/indon_pol_chart.pdf

Selasa, 26 Oktober 2010

TUGAS II

POLA HIDUP MASYARAKAT YANG TERSTRATIFIKASI
STRATIFIKASI SOSIAL
merupakan gejala penggolong-golongan manusia berdasarkan kriteria sosial secara vertikal merupakan gejala yg telah lazim di setiap kehidupan masyarakat di dalam kelompok dan meruakan proses sosial yang bersifat alamiah.
Ada banyak dimensi yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan stratifikasi sosial yang ada dalam suatu kelompok sosial atau komunitas (Svalastoga, 1989). Dimensi distribusi sumber daya diteorikan oleh Gerhard Lensky, di mana ada strata tuan tanah, strata petani bebas, strata pegawai dll. Ada tujuh dimensi stratifikasi sosial (diteorikan Bernard Baber) yaitu; occupational prestige, authority and power ranking, income or wealth, educational and knowledge, religious and ritual, purity, kinship, ethis group, and local community. Ketjuh dimensi ini, baik secara terpisah maupun bersama-sama, akan bisa membantu dalam mendeskripsikan bagaimana susunan stratifikasi sosial suatu kelompok sosial (komunitas) dan faktor yang menjadi dasar terbentuknya stratifikasi sosial tersebut.
PENGERTIAN STRUKUR SOSIAL

- George C. Homans = struktur sosial berkaitan dengan perilaku sosial elementer dalam kehidupan sehari-hari
- Talcott Parsons = Struktur sosial sebagai hubungan keterkaitan antar manusia
- Kornblum = Struktur sosial pola-pola perilaku individu dan kelompok, yaitu pola perilaku berulang-ulang yang menciptakan berulang-ulang yang menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat
Berdasarkan cara perolehan struktur sosial:
- ascribed status = Status sosial yang diperoleh secara alamiah, memperolehnya tanpa melalui usaha, tetapi diperolehnya sejak lahir (contohnya; anak seorang raja)
- achieved status = Status sosial yang diperoleh melalui usaha-usaha tertentu sehingga melalui usahanya ia menempati posisi tertentu (contohnya; berdasarkan pendidikan, ekonomi, pekerjaan dll)
- assigned status = Status sosial yang diterima oleh seseorang atau kelompok orang karena pemberian (contohnya : pahlawan)
Faktor- faktor yang mempengaruhi stratifikasi sosial:
- Kekayaan
- Kekuasaan / power
- Kehormatan kebangsawanaan
- Tingkat Pendidikan

TEORI-TEORI YANG TERDAPAT DALAM STRUKTUR SOSIAL
1. Sistem stratifikasi sosial sering berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat.
2. Sistem stratifikasi sosial dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur;
a. distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan, (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang dan sebagainya
b. sistem pertanggaan yang diciptakan warga-warga masyarakat (prestise dan penghargaan)
c. kriterian sistem pertentangan, yaitu apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan
d. lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan suatu organisasi dan selanjutnya
e. mudah sukarnya bertukar kedudukan
f. solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.
* pola-pola interaksi (struktur clique, keanggotaan organisasi perkawinan dan sebagainya)
* kesamaan atau ketidaksamaan sistem kepercayaan, sikap dan nilai-nilai
* kesadaran akan kedudukan masing-masing
* aktivitas sebagai organ kolektif
FUNGSI STRATIFIKASI SOSIAL
1. mendorong individu untuk menempati status-status sosial tertentu (Kingsley Davis dan Wilbert Moore)
2. mendoronng timbulnya konflik sosial akibat dari ketidakadilan sosial (Karl Marx & Max Weber)
3. Memberikan fasilitas hidup tertentu (Life chance) dan membentuk gaya tingkah laku hidup (life style) bagi masing-masing anggotanya (Soerjono soekamto)

Minggu, 03 Oktober 2010

Definisi Sosiologi, Politik, Ekonomi Beserta sifat-sifat dan Teori-teorinya

SOSIOLOGI DAN POLITIK


A. Pengertian Sosiologi Dan Sifat-Sifat Sosiologi

- Sosiologi = bahasa latin Socius kawan/teman.
- Logos = ilmu pengetahuan.
- Ilmu Sosiologi = ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
- Masyarakat = sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan
bersama, dan memiliki budaya.
- Sosiologi = mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, & perilaku sosial manusia dgn
mengamati perilaku kelompok yg dibangunnya.
- Kelompok = mencakup keluarga, suku, bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik,
ekonomi dan sosial

Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
para ahli sosiologi, sosiologi politik didefinisikan sebagai cabang atau spesialisasi dari sosiologi. Duverger bahkan menganggap sosiologi politik sama dengan ilmu politik. Para ahli ilmu politik memAndang sosiologi politik sebagai bidang subjek (subject area) studi yang mempelajari politik dengan menggunakan pendekatan sosiologis. Dalam mata kuliah ini sosiologi politik dipAndang sebagai bidang studi yang bersifat interdisipliner, yang mempelajari konsep-konsep sosiologi, politik, dan masalah-masalah politik yang ditinjau secara sosiologis.

Definisi Sosiologi

- Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral)
- Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok
- William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
- J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
- Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
- Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termaksud perubahan sosial.
- Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada ke hidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
- Soejono Soekanto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan ber-usaha untuk mendapatkan po- la-pola umum kehidupan ma- syarakat.
- William Kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
- Allan Jhonson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
- Emile Durkheim
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam (Soekanto, 1982:20-23) mengungkapkan mengenai beberapa sifat hakikat sosiologi sebagai berikut:

1.Sosiologi adalah suatu ilmu social dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan kerohanian.
2.Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normative, akan tetapi merupakan disiplin yang kategoris. Artinya sosiologi membatasi pada apa yang terjadi dewasa ini, bukan mengenai apa yang terjadi dan seharusnya terjadi.
3.Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science) dan bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan yang terpakai (applied science).
4.Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang konkret. Artinya, bahwa yang diperhatikan adalah bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat tetapi bukan wujudnya yang konkret.
5.Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum. Artinya, sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umum dari interaksi antar umat manusia dan juga perihal sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia.
6.Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Artinya, bahwa hal ini berkaitan denngansoal metode sosiologi yang digunakan.
7.Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang khusus. Artinya, sosiologi mempelajari gejala umum yang ada dalam setiap interaksi antar manusia.

B. Pengertian Politik Dan Sifat-Sifat Politik

Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.

Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon

- Johan Kaspar Bluntschli dalam buku The Teory of the State: “Ilmu Politik adalah ilmu yang memerhatikan masalah kenegaraan, dengan memperjuangkan pengertian dan pemahaman tentang negara dan keadaannya, sifat-sifat dasarnya, dalam berbagai bentuk atau manifestasi pembangunannya.” (The science which is concerned with the state, which endeavor to understand and comprehend the state in its conditions, in its essentials nature, in various forms or manifestations its development).
- Roger F. Soltau dalam bukunya Introduction to Politics: “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warganegaranya serta dengan negara-negara lain.” (Political science is the study of the state, its aims and purposes … the institutions by which these are going to be realized, its relations with its individual members, and other states …).
- J. Barents dalam bukunya Ilmu Politika: “Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara … yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari negara-negara itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”
- Joyce Mitchel dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat.” (Politics is collective decision making or the making of public policies for an entire society).
- Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa “Politik adalah masalah siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.”
- W.A. Robson dalam buku The University Teaching of Social Sciences: “Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, … yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik … tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.” (Political science is concerned with the study of power in society … its nature, basis, processes, scope and results. The focus of interest of the political scientist … centres on the struggle to gain or retain power, to exercise power of influence over other, or to resist that exercise).
- David Easton dalam buku The Political System: “Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan umum.” Menurutnya “Kehidupan politik mencakup bermacam-macam kegiatan yang memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang yang diterima oleh suatu masyarakat dan yang memengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika aktivitas kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu masyarakat.” (Political life concerns all those varieties of activity that influence significantly the kind of authoritative policy adopted for a society and the way it is put into practice. We are said to be participating in political life when our activity relates in some way to the making and execution of policy for a society).
- Ossip K. Flechtheim dalam buku Fundamentals of Political Science: “Ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang dapat memengaruhi negara.” (Political science is that specialized social science that studies the nature and purpose of the state so far as it is a power organization and the nature and purpose of other unofficial power phenomena that are apt to influence the state).


Teori politik

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.

Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.


C. Definisi Ekonomi

Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja. Ilmu yang mempelajari ekonomi disebut sebagai ilmu ekonomi.

* Menurut MEL VILYE J ULMER :
Ilmu Ekonomi, yaitu ilmu pengetahuan tentang kegiatan-kegiatan manusia yang berhubungan dengan proses produksi, distribusi dan konsumsi.

* Menurut DR. SOELISTIJO, MBA :
Ilmu Ekonomi, yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana orang dan masyarakat menentukan pilihan mengenai penggunaan sumber daya yang langka dan mempunyai kemungkinan penggunaan alternatif untuk menghasilkan berbagai barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk konsumsi berbagai-bagai orang dan kelompok orang yang terdapat dalam masyarakat, baik kini maupun masa datang dan dengan menggunakan uang ataupun tidak.

* Menurut OSCAR LANGEN :
Ilmu Ekonomi, yaitu mempelajari tata administrasi dari resources sedemikian rupa sehingga dapat digunakan bagi kehidupan manusia sebaik-baiknya.


OBJEK - OBJEK DARI SOSIOLOGI, POLITIK, DAN EKONOMI

* Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai beberapa objek

Menurut Astrid S. Susanto obyak sosiologi ada 2 macam yaitu :

1. Obyek materi adalah kehidupan sosial manusia dan gejala serta proses hubungan antar manusia yang mempengaruhi kesatuan hidup bersama
2. Obyak formal adalah pengertian terhadap lingkungan hidup manusia, meningktkan kehidipan harmonis masyarakatya, meningkatkan kerjasama antar manusia.

*Secara sederhana objek-objek politik ini dibagi atas empat objek, yakni sistem sebagai objek umum; objek-objek input; objek-objek output; dan pribadi sebagai objek. Dan gejala politik membicarakan atau lebih menitikberatkan pada hubungan antara politik, struktur sosial, ideology, dan buda

Rabu, 19 Mei 2010

STRUKTUR BARU DINAS PEMADAM KEBAKARAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN PEMDA DKI



Jajaran Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulan Bencana Provinsi DKI Jakarta sedang sibuk bebenah dalam tugas, struktur organisasi, dan fungsi dalam mengemban tugas seiring dengan adanya revisi peraturan daerah (perda) pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran di Jakarta. Melihat dari keseluruhan tugas pemadam kebakaran bukan hanya dalam penanganan masalah kebakaran saja, namun juga membantu masyarakat dalam menghadapi penanggulanggan bencana lain. Ini dilakukan karena selama ini memang masih belum adanya institusi di jajaran Pemda DKI yang bisa melayani masyarakat dalam menanggulangi bencana. Selama ini Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta merupakan unsur pelaksana Pemda yang diberi tanggung jawab dalam melaksanakan tugas penanganan masalah kebakaran. Namun dengan adanya perubahan struktur organisasi tersebut, merupakan perwujudan tanggung jawab Pemda dalam rangka memberikan perlindungan kepada warganya dari ancaman bahaya kebakaran dan bencana lainnya.

Ada beberapa perubahan yang menonjol padastruktur dinas pemadam kebakaran dan penanggulangan bencana. Di antaranya yakni dileburnya Bagian Keuangan dan Bagian Kepegawaian ke dalam satu bagian, yakni bagian tata usaha. Jadi, jika pada masa sebelumnya pada jajaran Dinas Pemadam Kebakaran terdapat 17 eselon III, maka melalui perubahan ini berkurang menjadi 15 eselon III.

Selain itu juga, di bentuknya divisi baru, yakni bidang operasi penyelamatan (Rescue). Hali ini dimaksudkan sebagai jawaban terhadap tantangan kota Jakarta yang memiliki banyakpotensi terjadinya bencana. Mulai dari bencana kebakaran, banjir, bangunan runtuh, tumpahan bahan-bahan berbahaya, kecelakaan transportasi.

POST TRAUMA STRESS DISORDER PASCA BENCANA

POST TRAUMA STRESS DISORDER PASCA BENCANA


Banyaknya bencana yang melanda negeri ini telah banyak menyita perhatian masyarakat baik, itu bencana nasional atau internasional. Tetapi banyaknya perhatian hanya berdampak jangka pendek saja, sedangkan untuk jangka panjang sering sekali kurang mendapat perhatian, padahal bencana, konflik dan tindakan kekerasan lain sering kali menyisakan persoalan psikologis yang dapat berjangka panjang, yaitu timbulnya gangguan stress paska trauma (GSPT) yang dalam istilah asingnya dikenal dengan Post Traumatic Stress Disorder -PTSD. Para pakar spikologi mengatakan kemungkinan terjadinya GSPT ini dapat sampai dengan jangka waktu 30 tahun bahkan sampai seumur hidup.

Gangguan stress paska trauma (GSPT) adalah gangguan psikologis yang terjadi pada orang-orang yang pernah mengalami suatu peristiwa yang tragis atau luar biasa. GSPT muncul atas suatu peristiwa yang sangat menekan, seperti pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, bencana alam, kerusuhan politik dan kebakaran. Peristiwa traumatis yang menjadi pemicu gangguan stress paska trauma berbeda dengan pemicu gangguan stress biasa. Peristiwa pemicu GSPT biasanya bersifat luar biasa, tiba-tiba dan sangat menekan. Sedangkan pada pemicu stress atau kecemasan biasa disebut ordinary stressor kebanyakan pada individu ini kebanyakan mampu mengatasinya, sebaliknya untuk peristiwa traumatic stressor belum tentu semua individu mampu mengatasinya.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GSPT
ada 3 yaitu:
1. faktor kesengajaan manusia diantaranya:
a. Pertempuran, perang sipil dan resistensi bertempur
b. Pelecehan seksual, fisikal, emosional
c. Penyiksaan
d. Terorisme
e. Perbuatan Kriminal dll

2. Faktor ketidaksengajaan manusia diantaranya:
a. Kebakaran
b. Bencana nuklir dll

3. Faktor bencana alam
a. Angin ribut, angin topan, Tornado
b. Banjir
c. Gempa bumi
d. Tsunami
e. Tanah longsor

Secara spikologis pengalaman traumatis diatas dapat menjadikan setiap orang yang yang mengalaminya menjadi sangat terpukul, meratapi nasibnya, kesedihan yang mendalam, cemas, takut, tidak percaya dengan apa yang di alaminya, bingung tidak tahu apa yang harus dilakukan, kehi;angan jati diri dsb.
Sehingga kehidupan nyatanya sangat kritis , tidak nyaman dan rentan terhadap munculnya berbagai bentuk gangguan fisik maupun kejiwaan seperti : stress dan depresi.


sumber : media 113

Minggu, 09 Mei 2010

PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM AKUNTANSI

PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM AKUNTANSI


Perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang berkembang dewasa ini memberikan banyak kemudahan pada berbagai kegiatan bisnis karena sebagai sebuah teknologi yang menitik beratkan pada pengaturan sistem informasi dengan penggunaan komputer, TI dapat memenuhi kebutuhan informasi dunia bisnis dengan sangat cepat, tepat waktu, relevan, dan akurat. Teknologi informasi (TI) turut berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia.

Perkembangan TI tidak hanya mempengaruhi dunia bisnis, tetapi juga bidang – bidang lain, seperti kesehatan, pendidikan, pemerintahan, dan lain-lain. Kemajuan TI juga berpengaruh signifikan pada perkembangan akuntansi yang kegiatannya tidak terlepas dari teknologi informasi tersebut. Semakin maju TI semakin banyak pengaruhnya pada bidang akuntansi. Perkembangan teknologi informasi, terutama pada era informasi berdampak signifikan terhadap sistem informasi akuntansi (SIA) dalam suatu perusahaan. Dampak yang dirasakan secara nyata adalah pemrosesan data yang mengalami perubahan dari sistem manual ke sistem komputer. Di samping itu, pengendalian intern dalam SIA serta peningkatan jumlah dan kualitas informasi dalam pelaporan keuangan juga akan terpengaruh.Perkembangan akuntansi yang menyangkut SIA berbasis komputer dalam menghasilkan laporan keuangan akan mempengaruhi praktik pengauditan. Perubahan
proses akuntansi akan mempengaruhi proses audit karena audit merupakan suatu bidang praktik yang menggunakan laporan keuangan (produk akuntansi) sebagai objeknya. Kemajuan TI juga mempengaruhi perkembangan proses audit. Kemajuan software audit memfasilitasi pendekatan audit berbasis komputer. Akuntan merupakan profesi yang aktivitasnya banyak berhubungan dengan TI. Perkembangan SIA dan proses audit sebagai akibat dari adanya kemajuan TI dan perkembangan akuntansi akan memunculkan peluang bagi akuntan. Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh akuntan yang mempunyai pengetahuan memadai tentang SIA dan audit berbasis komputer. Sebaliknya, akuntan yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang SIA dan audit berbasis komputer akan tergusur posisinya karena tidak mampu memberikan jasa yang diperlukan oleh klien.

Perkembangan teknologi informasi yang pesat mengakibatkan perubahan yang sangat signifikan terhadap akuntansi. Perkembangan akuntansi berdasar kemajuan teknologi terjadi dalam tiga babak, yaitu era bercocok tanam, era industri, dan era informasi. Hal ini dinyatakan oleh Alvin Toffler dalam bukunya yang berjudul The Third Wave (Robert, 1992). Salah satu bidang akuntansi yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan TI adalah SIA. Pada dasarnya siklus akuntansi pada SIA berbasis komputer sama dengan SIA berbasis manual, artinya aktivitas yang harus dilakukan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan tidak bertambah ataupun tidak ada yang dihapus. SIA berbasis komputer hanya mengubah karakter dari suatu aktivitas. Model akuntasi berbasis biaya historis tidak cukup untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan pada era teknologi informasi (Elliot dan Jacobson, Gani, 1999). Model akuntansi pada era teknologi informasi menghendaki bahwa model akuntansi dapat mengukur tingkat perubahan sumber daya, mengukur tingkat perubahan proses, mengukur aktiva tetap tak berwujud, memfokuskan ke luar pada nilai pelanggan, mengukur proses pada realtime, dan memungkinkan network. Perubahan proses akuntansi akan mempengaruhi proses audit karena audit merupakan suatu bidang praktik yang menggunakan laporan keuangan (produk akuntansi) sebagai objeknya. Praktik auditing bertujuan untuk memberikan opini terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan yang dihasilkan oleh SIA.

Dengan adanya kemajuan yang telah dicapai dalam bidang akuntansi yang menyangkut SIA berbasis komputer dalam menghasilkan laporan keuangan, maka praktik auditing akan terkena imbasnya. Perkembangan TI juga mempengaruhi perkembangan proses audit. Menurut Arens, terdapat tiga pendekatan auditing pada EDP audit, yaitu audit sekitar komputer (auditing around the computer), audit melalui komputer (auditing through the computer), dan audit berbantuan komputer (auditing with computer). Auditing around the computer adalah audit terhadap penyelenggaraan system informasi komputer tanpa menggunakan kemampuan peralatan itu sendiri, pemrosesan dalam komputer dianggap benar, apa yang ada dalam computer dianggap sebagai “black box” sehingga audit hanya dilakukan di sekitar box tersebut. Pendekatan ini memfokuskan pada input dan output. Jika dalam pemeriksaan output menyatakan hasil yang benar dari seperangkat input pada sistem pemrosesan, maka operasi pemrosesan transaksi dianggap benar. Salah satu bidang akuntansi yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan TI adalah SIA. Pada dasarnya siklus akuntansi pada SIA berbasis komputer sama dengan SIA berbasis manual, artinya aktivitas yang harus dilakukan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan tidak bertambah ataupun tidak ada yang dihapus. SIA berbasis komputer hanya mengubah karakter dari suatu aktivitas. Model akuntasi berbasis biaya historis tidak cukup untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan pada era teknologi informasi (Elliot dan Jacobson, Gani, 1999). Model akuntansi pada era teknologi informasi menghendaki bahwa model akuntansi dapat mengukur tingkat perubahan sumber daya, mengukur tingkat perubahan proses, mengukur aktiva tetap tak berwujud, memfokuskan ke luar pada nilai pelanggan, mengukur proses pada realtime, dan memungkinkan network. Perubahan proses akuntansi akan mempengaruhi proses audit karena audit merupakan suatu bidang praktik yang menggunakan laporan keuangan (produk akuntansi) sebagai objeknya. Praktik auditing bertujuan untuk memberikan opini terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan yang dihasilkan oleh SIA.
Secara singkat manfaat IT dalam Akuntansi adalah :
• Menjadikan pekerjaan lebih mudah (makes job easier)
• Bermanfaat (usefull)
• Menambah produktifitas (Increase productivity)
• Mempertinggi efektifitas (enchance effectiveness)
• Mengembangkan kinerja pekerjaan (improve job performance)

Sumber : www.google.com

Indonesua Surga Para Pencari Suaka

INDONESIA SURGA PARA PENCARI SUAKA


Telah banyak berita yang mungkin sering kita dengar mengenai polisi Indonesia yang menyandra puluhan orang imigran yang lewat perairan Indonesia untuk sampai ke negara tujuan mereka, atau mungkin para pencari suaka ini menetap sementara di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara empuk untuk para pencari suaka menetap sementara sampai negara tujuan mereka mau menerima mereka.

Pencari suaka pindah atau melarikan diri dari negaranya karena berbagai faktor salah satunya mereka tidak nyaman dan merasa takut karena perang seperti Afganistan, politik yang tidak berkesudahan seperti di Nigeria, dan sisanya karena mereka ingin mencari keberuntungan dalam kehidupan ekonomi. Mereka datang ke Indonesia hanya sebagai negara Transit bukan negara tujuan mereka. Negara tujuan mereka adalah Australia yang secara geografisnya terletak di bawah Indonesia dan mereka dengan cepat melalui perairan Indonesia.

UNHCR merupakan badan pencari suaka untuk Indonesia, biasanya para pencari suaka di tampung di lembaga permasyarakatan pencari suaka. Mereka tinggal di lembaga ini seperti di penjara, kurang air, kamar yang panas dan penuh sesak, serta menu makan yang bukan corak selera negara mereka. Mereka(para pencari suaka) berbulan - bulan menunggu keputusan UNHCR memberikan surat keputusan negara mana yang akan menerima mereka, dengan catatan mereka pun akan diseleksi untuk bisa daiterima ke negara tersebut. Mereka menunggu dengan harapan yang kosong, karena UNHCR memproses sangan lama, banyak diantaranya sampai sakit dan stress karena beban hidup yang tak menentu.

Masalah pencari suaka ini sangat meresahkan Indonesia, karena Indonesia menjadi negara tampungan untuk mereka. Australia sebagai negara tujuan menyiarkan untuk tidak akan menerima para pencari suaka. Pemetintah Indonesia dan Pemerintah Australia berkali-kali merundingkan masalah para pencari suaka ini, alhasil Australia memberikan anggaran mereka untuk Indonesia mengurus para pencari suaka ini. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah HARUSKAN INDONESIA MENJADI NEGARA TRANSIT UNTUK MEREKA???yang notabenenya Indonesia saja masih Keteteran untuk malah dala negerinya sendiri. Ini harusnya menjadi catatan untuk semua negara di Dunia dan PBB bahwa para pencari suaka bukan hanya tanggung jawabIndonesia ini harus menjadi tanggung jawab.

Jumat, 07 Mei 2010

Teknik-Teknik Sampling

TEKNIK SAMPLING

Istilah Penting Dalam Penelitian:
- POPULASI
- ELEMEN
- SAMPEL
- SUBYEK

Populasi atau sering juga disebut universe adalah keseluruhan atau totalitas objek yang diteliti yang ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated). Ciri-ciri populasi disebut parameter. Populasi juga sering diartikan sebagai kumpulan objek penelitian dari mana data akan dijaring atau dikumpulkan. Populasi dalam penelitian (penelitian komunikasi) bisa berupa orang (individu, kelompok, organisasi, komunitas, atau masyarakat) maupun benda, misalnya jumlah terbitan media massa, jumlah artikel dalam media massa, jumlah rubrik, dan sebagainya (terutama jika penelitian kita menggunakan teknik analisis isi (content analysis).

Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi sasaran. Populasi sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan populasi sasaran adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data.

Jumlah populasi (population numbers) dan ukuran populasi (population size). Jumlah populasi adalah banyaknya kategori populasi yang dijadikan objek penelitian yang dinotasikan dengan huruf K. Ukuran populasi adalah banyaknya unsur atau unit yang terkandung dalam sebuah kategori populasi tertentu, yang dilambangkan dengan huruf N.

Jika kita menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka penelitian kita disebut sensus. Sensus merupakan penelitian yang dianggap dapat mengungkapkan ciri-ciri populasi (parameter) secara akurat dan komprehensif, sebab dengan menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka gambaran tentang populasi tersebut secara utuh dan menyeluruh akan diperoleh. Oleh karena itu, sebaik-baiknya penelitian adalah penelitian sensus. Namun demikian, dalam batas-batas tertentu sensus kadang-kadang tidak efektif dan tidak efisien, terutama jika dihubungkan dengan ketersedian sumber daya yang ada pada peneliti.

Bila peneliti tidak memungkinkan untuk melakukan sensus, maka peneliti boleh mengambil sebagian saja dari unsur populasi untuk dijadikan objek penelitiannya atau sumber data. Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian itu disebut sampel. Sampel atau juga sering disebut contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka yang akan kita peroleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi. Ciri-ciri sampel disebut statistik. Sama halnya dengan populasi, dalam sampel pun ada konsep jumlah sampel dan ukuran sampel. Jumlah sampel adalah banyaknya kategori sampel yang diteliti yang dilambangkan dengan huruf k, yang jumlahnya sama dengan jumlah populasi (k=K). Sedangkan ukuran sampel (dilambangkan dengan huruf n) adalah besarnya unsur populasi yang dijadikan sampel, yang jumlahnya selalui lebih kecil daripada ukuran populasi (n


UKURAN SAMPEL

Dalam menentukan menentukan ukuran sampel (n) yang harus diambil dari populasi agar memenuhi persyaratan kerepresentatifan, tidak ada kesepakatan bulat di antara para ahli metodolologi. Sehubungan dengan hal itu, I Gusti Bagoes Mantra dan Kasto dalam buku yang ditulis oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (1989), menyatakan bahwa sebelum kita menentukan berapa besar ukuran sampel yang harus diambil dari populasi tertentu, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan yaitu:
1. Derajat Keseragaman Populasi (degree of homogenity). Jika tinggi tingkat homogenitas populasinya tinggi atau bahkan sempurna, maka ukuran sampel yang diambil boleh kecil, sebaliknya jika tingkat homogenitas populasinya rendah (tingkat heterogenitasnya tinggi) maka ukuran sampel yang diambil harus besar. Untuk menentukan tingkat homogenitas populasi sebaiknya dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji statistik tertentu.
2. Tingkat Presisi (level of precisions) yang digunakan. Tingkat presisi, terutama digunkan dalam penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional, yakni suatu pernyataan peneliti tentang tingkat keakuratan hasil penelitian yang diinginkannya. Tingkat presisi biasanya dinyatakan dengan taraf signifikansi (a) yang dalam penelitian sosial biasa berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%), sehingga keakuratan hasil penelitiannya (selang kepercayaannya) 1–a yakni bisa 95% atau 99%. Jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,01 maka ukuran sampel yang diambil harus lebih besar daripada ukuran sampel jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,05.
3. Rancangan Analisis. Rancangan analisis yang dimaksud adalah sesuatu yang berkaitan dengan pengolahan data, penyajian data, pengupasan data, dan penafsiran data yang akan ditempuh dalam penelitian. Misalnya, kita akan menggunkan teknik analisis data dengan statistik deskripti; penyajian data menggunakan tabel-tabel distribusi frekuensi silang (tabel silang) atau tabel kontingensi dengan ukuran 3X3 atau lebih dimana pasti mengandung sel sebanyak 9 buah, maka ukuran sampelnya harus besar. Hal ini untuk menghindarkan adanya sel dalam tabel tersebut yang datanya nol (kosong), sehingga tidak layak untuk dianalisis dengan asumsi-asumsi kotingensi. Jika kita menggunakan rancangan analisisnya hanya menggunakan analisis statistik inferensial, maka ukuran sampelnya boleh lebih kecil dibandingkan apabila kita menggunakan rancangan analisis statistik deskriptif saja. Dengan kata lain, rancangan penelitian deskriptif membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar daripada rancangan penelitian eksplanatif.
4. Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasn yang ada pada peneliti, misalnya keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain. (Catatan: Alasan ke-4 ini jangan digunakan sebagai pertimbangan utama dalam menentukan ukuran sampel, sebab hal ini lebih berkaitan dengan pertimbangan peneliti (tanpa akhiran an) dan bukan pertimbangan penelitian (metodologi).

Selain mempertimbangkan faktor-faktor di atas, beberapa buku metode penelitian menyarankan digunakannya rumus tertentu untuk menentukan berapa besar sampel yang harus diambil dari populasi. Jika ukuran populasinya diketahui dengan pasti, Rumus Slovin di bawah ini dapat digunakan.





Rumus Slovin:
N
n = ———
1 + Ne²
Keterangan;
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditololerir, misalnya 5%.
Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada yang 1%, 2%, 3%, 4%,5%, atau 10%.

Jika ukuran populasinya besar yang didapat dari pendugaan proporsi populasi, maka Rumus Yamane yang harus digunakan.

N
n = ———–
Nd² + 1

d = batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang digunakan.

Misalnya, kita ingin menduga proporsi pembaca koran dari populasi 4.000 orang. Presisi ditetapkan di antara 5% dengan tingkat kepercayaan 95%, maka besarnya sampel adalah:
4000
n = ————————- = 364
4000 x (0,05)² + 1


KERANGKA SAMPLING (SAMPLING FRAME)

Di atas sudah ditegaskan, bahwa tingkat krepresentatifan sampel selain ditentukan oleh ukuran sampel yang diambil juga ditentukan oleh teknik sampling yang digunakan. Di antara teknik-teknik sampling tersebut, dalam penggunaannya, ada yang mempersyaratkan tersedianya kerangka sampling. Kerangka sampling (sampling frame) adalah sebuah daftar yang memuat data mengenai seluruh unit atau unsur sampling yang terdapat pada populasi sampling. Secara gampang orang sering mengatakan, kerangka sampling adalah daftar nama-nama yang kerkandung dalam populasi penelitian.

Syarat Sample Yang Baik
Sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat jawa sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Semarang saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Jawa). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi.

JENIS SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING

Berdasarkan prosedur atau cara yang digunakan dalam mengambil sampel dari populasi (teknik sampling), kita dapat mengidentifikasi dua jenis sampel, yaitu: sampel probabilitas (probability sampling) dan sampel nonprobabilitas (nonprobability sampling). Sampel probabilitas atau disebut juga sampel random (sampel acak) adalah sampel yang pengambilannya berlandaskan pada prinsip teori peluang, yakni prinsip memberikan peluang yang sama kepada seluruh unit populasi untuk dipilih sebagai sampel. Sebaliknya, sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom (sampel tak acak) adalah sampel yang pengambilannya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (bisa pertimbangan penelitian maupun pertimbangan peneliti). Sampel probabilitas diambil dengan menggunakan teknik sampling probabilitas atau teknik sampling random, sedangkan untuk mengambil sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom digunakan teknik sampling nonprobabilitas, yakni pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sampel probabilitas cenderung memiliki tingkat representasi yang lebih tinggi daripada sampel nonprobabilitas.


Teknik Sampling Probabilitas (Teknik Sampling Random)

a. Teknik Sampling Random Sederhana (Simple Random Sampling)

Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Peluang yang dimiliki oleh setiap unit penelitian untuk dipilh sebagai sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel yang dikehendaki dibagi dengan ukuran populasi.

Dalam menggunakan Teknik Sampling Random Sederhana ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendy, 1989):
1. Harus tersedia kerangka sampling atau memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya (dalam kerangka sampling tidak boleh ada unsur sampel yang dihitung dua kali atau lebih).
2. Sifat populasinya harus homogen, jika tidak, kemungkinan akan terjadi bias.
3. Ukuran populasinya tidak tak terbatas, artinya harus pasti berapa ukuran populasinya.
4. Keadaan populasinya tidak terlalu tersebar secara geografis.

Teknis pelaksanaannya ada dua cara, yakni:
1. Dengan mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyusun semua unit penelitian atau unit elementer ke dalam kerangka sampling, mulai dari nomor terkecil hingga nomor ke-n (tergantung berapa besar ukuran populasinya). Selanjutnya masing-masing nomor unsur populasi itu ditulsikan dalam secarik kertas, digulung, dan dimasukkan ke dalam sebuah kotak atau toples. Lalu lakukan pengocokan secara merata, dan ambil sejumlah gulungan kertas tersebut sebanyak ukuran sampel yang dikehendaki. Nomor-nomr yang terambil itu menjadi unit elementer yang terpilih sebagai sampel. Pengundian juga dapat dilakukan seperti halnya ibu-ibu anggota kelompok arian menentukan pemenang arisannya. Gulungan kertas yang di dalamnya sudah berisi nomor unit elementer, dimasukkan ke dalam toples yang diberi tutup dengan lubang sebesar kira-kira dapat dilalui oleh setiap gulungan kertas yang ada di dalamnya. Lalu kocok berulang-ulang hingga keluar sejumlah gulungan kertas sesuai dengan ukuran sampel yang direncanakan. Penggunaan cara ini (cara pengundian) seringkali tidak praktis, terutama apabila ukuran populasinya relatif besar, sebab: pertama, hampir tidak mungkin kita dapat melakukan pengocokan secara saksama dan merata seluruh gulungan kertas undian; dan kedua, ada kecenderungan kita untuk tergoda memilih angka-angka tertentu. Dalam keadaan yang demikian, gunakan teknik kedua, yakni dengan mengundi Tabel Angka Random.

2. Dengan menggunakan Tabel Angka Random. Cara ini dipilih karena selain meringankan pekerjaan, juga lebih memberikan jaminan yang lebih besar bahwa setiap unit elementer mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Caranya adalah sebagai berikut: misalnya, dari satuan elementer dlam populasi (N) yang besarnya 500 orang, akan dipilih 50 satuan elementer sebagai sampel (n). Bilangan 500 ini terdiri dari tiga dijit (digit), oleh karena itu dalam kerangka sampling satuan elementernya diberi nomor mulai dari 001 sampai 500. Selanjutnya lihat Tabel Angka Random atau Tabel Bilangan Random yang selalu ada pada lampiran buku-buku metodologi penelitian atau buku-buku metode statistika. Karena angka-angka yang yang terdapat dalam Tabel Bilangan Random itu disusun secara kebetulan (randomly assorted), maka pemakai tabel tersebut dapat mulai melihatnya dari baris dan kolom mana saja. Di samping itu, ia dapat juga mengikutinya ke arah mana saja. Penentuan angka pertama dapat dilakukan, misalnya, dengan cara menjatuhkan pensil dengan mata pensil mengarah ke bawah pada lembaran kertas yang di dalamnya terdapat tabel bilangan random yang kita gunakan. Angka random yang terkena oleh mata pensil tadi adalah unsur sampel pertama yang kita pilih. Selanjutnya, kita dapat menentukan unsur sampel lainnya dengan cara berjalan ke atas mengikuti kolom yang sama, atau ke samping mengikuti baris, ke bawah mengikuti kolom, atau cara apa saja yang dianggap mudah.

b. Teknik Sampling Random Sistematik (Systematic Random Sampling)

Apabila ukuran populasinya sangat besar, hingga tidak memungkinkan dilakukan pemilihan sampel dengan cara pengundian, maka teknik sampling random sederhana tidaklah tepat untuk digunakan. Dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah teknik sampling random sistematik. Persyaratan yang harus dipenuhi agar teknik sampling ini dapat digunakan, sama dengan persyaratan untuk sampel random sederhana, yakni tersedianya kerangka sampling (ukuran populasinya diketahui dengan pasti), dan populasinya mempunyai pola beraturan yang memungkinkan untuk diberikan nomor urut serta bersifat homogen.

Cara penggunaan teknik sampling random sistematik ini mirip dengan cara sampling random sederhana. Bedanya, pada teknik sampling sistematik perandoman atau pengundian hanya dilakukan satu kali, yakni ketika menentukan unsur pertama dari sampling yang akan diambil. Penentuan unsur sampling selanjutnya ditempuh dengan cara memanfaatkan interval sampel. Interval sampel adalah angka yang menunjukkan jarak antara nomor-nomor urut yang terdapat dalam kerangka sampling yang akan dijadikan patokan dalam menentukan atau memilih unsur-unsur sampling kedua dan seterusnya hingga unsur ke-n. Interval sampel biasanya dilambangkan dengan huruf k.

Interval sampel atau juga disebut sampling rasio diperoleh dengan cara membagi ukuran populasi dengan ukuran sampel yang dikehendaki (N/n). Misalnya, dari populasi (N) berukuran 500 kita akan mengambil sampel (n) berkuran 50, maka interval samplingnya adalah 500/50=10 atau k =10. Andaikan yang terpilih sebagai unsur sampling pertama adalah satuan elementer yang bernomor s, maka penentuan unsur-unsur sampel berikutnya adalah:

Unsur pertama = s
Unsur kedua = s + k
Unsur ketiga = s + 2k
Unsur keempat = s + 3k, dan seterusnya hingga unsur ke-n.


c. Teknik Sampling Random Berstrata (Stratified Random Sampling)

Teknik sampling ini digunakan apabila populasinya tidak homogen (heterogen). Makin heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan sifat-sifat antara lapisan tersebut. Padahal, sebagaimana telah diungkapkan di atas, presisi dan tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari suatu populasi antara lain dipengaruhi oleh derajat keseragaman (tingkat homogenitas) populasi yang bersangkutan. Untuk dapat menggambarkan secara tepat tentang sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi kedalam lapisan-lapisan (strata) yang seragam atau homogen, dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara random (acak).

Untuk dapat menggunakan teknik sampling random strata, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendi, 1989:162-163):
1. Harus ada kriteria yang jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi ke dalam lapisan-lapisan. Secara teoretis, yang dapat dijadikan kriteria untuk pembagian strata itu ialah variabel-variabel yang akan diteliti atau variabel-variabel yang menurut peneliti mempunyai hubungan yang erat dengan variabel-variabel yang hendak diteliti itu.
2. Harus ada data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang dipergunakan untuk menstratifikasi.
3. Jumlah satuan elementer dari setiap strata (ukuran setiap subpopulasi) harus diketahui dengan pasti. Hal ini diperlukan agar peneliti dapat membuat kerangka sampling untuk setiap subpopulasi atau strata yang akan dijadikan sumber dalam menentukan sampel atau responden. (Harap dicatat, bahwa teknik sampling random strata ini baru efektif dalam menentukan ukuran sampel yang harus diambil dari setiap strata dan belum mampu menentukan siapa saja sampel yang harus diambil untuk dijadikan responden penelitian). Untuk menentukan saampel sasaran atau responden masih perlu dilanjutkan dengan menggunakan teknik sampling random sederhana atau teknik sampling random sistematik, setelah sebelumnya dibuatkan kerangka sampling untuk setiap subpopulasinya.

Sampel strata terdiri dari dua macam, yakni sampel strata proporsional dan sampel strata disproporsional. Teknik sampling random strata proporsional digunakan apabila proporsi ukuran subpopulasi atau jumlah satuan elementer dalam setiap strata relatif seimbang atau relatif sama besar. Dalam sampel strata proporsional, dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata dengan berpatokan pada pecahan sampling (sampling fraction) yang sama yang digunakan. Pecahan sampling adalah angka yang menunjukkan persentase ukuran sampel yang akan diambil dari ukuran populasi tertentu. Sebagai contoh, jumlah keseluruhan mahasiswa Unpad ada 25.000 orang, sehingga ukuran populasinya 25.000. Berdasarkan perhitungan tertentu, misalnya kita menggunakan Rumus Slovin, sampel yang harus diambil sebesar 2.500 orang mahasiswa, maka pecahan samplingnya adalah 0,10 (10%) yang diperoleh dengan cara membagi ukuran sampel yang dikehendaki dengan ukuran populasinya (n/N). Dengan demikian, maka dari setiap lapisan populasi (strata) harus diambil sampel sebesar 10 % sehingga akhirnya diperoleh ukuran sampel secara keseluruhan yang merepresentasikan populasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel di bawah ini.


Penggunaan Teknik Sampling Random Strata Proporsional agak kurang tepat jika proporsi ukuran subpopulasinya (jumlah satuan elementer pada strata) tidak seimbang, ada yang jumlahnya besar ada pula yang jumlahnya kecil, sehingga kalau digunakan teknik sampling strata proporsional dapat kejadian ukuran subpopulasinya sama dengan ukuran sampelnya. Padahal, jika ukuran sampelnya sama dengan ukuran populasinya (total sampling atau sensus) maka data yang diperoleh dari sampel tersebut tidak bisa diolah atau dianalisis dengan menggunakan analisis statistik inferensial. Oleh karena itu, dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah Teknik Sampling Random Strata Disproporsional.

Pada Sampel Strtata Disproporsional, ukuran sampel yang diambil dari setiap subpopulasi (strata) sama besarnya, yang berbeda adalah pecahan samplingnya. Satu hal yang perlu dicatat dan diingat, jika menggunakan teknik sampling ini, nanti pada waktu analisis data, data yang diperoleh dari sampel masing-masing strata harus dikalikan dengan bobot yang disesuaikan pada strata tersebut. Teknis pengambilan sampel strata disproporsional dapat dilihat pada contoh tabel di bawah ini.



d. Teknik Sampling Random Klaster (Cluster Random Sampling)

Teknik ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak diketahui dengan pasti, sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya, dan keberadaannya tersebar secara geografis atau terhimpun dalam klaster-klaster yang berbeda-beda. Akan tetapi jika klasternya besar atau wilayah geografisnya besar, maka pengambilan sampel tidak cukup hanya satu tahap, melainkan harus beberapa tahap. Dalam keadaan yang demikian gunakanlah teknik sampling klaster banyak tahap (multistage cluster sampling).

Teknik Sampling Nonprobabilitas (Teknik Sampling Nonrandom)

Dalam menentukan sampel dengan menggunakan taknik sampling nonrandom, tidak menggunakan prinsip kerandoman (prinsip teori peluang). Dasar penentuannya adalah pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti atau dari penelitian. Sebagai konsekuensinya, teknik sampling nonrandom ini tidak dapat digunakan apabila penelitian kita dirancang sebagai sebuah penelitian eksplanatif yang akan menguji hipotesis tertentu, misalnya penelitian korelasional, karena rumus uji statistik inferensial tidak dapat diterapkan untuk data yang berasal dari sampel nonrandom. Teknik sampling ini secara luas sering digunakan untuk penelitian-penelitian eksploratif atau penelitian deskriptif.

Ada beberapa jenis sampel nonrandom yang sering digunakan dalam penelitian sosial/penelitian komunikasi, di antaranya adalah:
1. Sampel Aksidental (accidental sampling). Sampel ini sering disebut sebagai sampel kebetulan yang pengambilannya didasarkan pada pertimbangan kemudahan bagi peneliti (bukan penelitian), sehingga sampel ini sering kali disebut convenience sampling atau sampel keenakan. Orang-orang ilmu statistika bahkan menyebutnya sebagai sampel kecelakaan, karena saking tidak representatifnya sampel tersebut. Sebisa mungkin, hindari untuk menggunakan sampel ini, jika kesimpulan penelitian kita ingin memperoleh kemampuan generalisasi yang tepat.

2. Sampel Kuota (quota sampling). Teknik sampling kuota merupakan teknik sampling yang sejenis dengan teknik sampling strata. Perbedaannya adalah ketika mengambil sampel dari setiap strata tidak menggunakan cara-cara random, tetapi menggunakan cara-cara kemudahan (convenience). Caranya, tentukan ukuran sampel dari masing-masing strata lalu teliti siapa sejumlah orang yang sesuai dengan ukuran sampel yang ditentukan tadi, siapa saja asal berasal dari strata tersebut.

3. Sampel Purposif (purposeful sampling). Teknik ini disebut juga judgemental sampling atau sampel pertimbangan bertujuan. Dasar penetuan sampelnya adalah tujuan penelitian. Sampel ini digunakan jika dalam upaya memperoleh data tentang fenomena atau masalah yang diteliti memerlukan sumber data yang memilki kualifikasi spesifik atau kriteria khusus berdasarkan penilaian tertentu, tingkat signifikansi tertentu.

Beberapa Masalah dalam Penelitian yang Berkaitan dengan Sampel

Dalam setiap penelitian, tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi permasalahan atau penyimpangan. Besarnya penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam suatu penelitian, tergantung pada sifat penelitian itu sendiri. Ada penelitian yang dapat mentolerannsikan penyimpangan yang besar; sebaliknya ada juga penelitian yang menghendaki penyimpangan yang kecil, sebab penyimpangan yang besar dapat menimbulkan kesimpulan yang salah.

Dalam suatu penelitian, ada kemungkinan timbul dua macam penyimpangan, yaitu:

1. Penyimpangan karena Pemakaian Sampel (Sampling Error)
Seandainya tidak ada kesalahan pada pengamatan, satuan-satuan ukuran, definisi operasinal variabel, pengolahan data, dan sebagainya, maka perbedaan itu hanya disebabkan oleh pemakaian sampel. Mudah dimengerti bahwa semakin besar sampelnyang diambil, semakin kecil pula terjadi penyimpangan. Apabila sampel itu sudah sama besar dengan populasi, maka penyimpangan oleh pemakaian sampel pasti akan hilang.


2. Penyimpangan Bukan oleh Pemakaian Sampel (Non-Sampling Error)
Jenis penyimpangan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai hal, di antaranya adalah:
•Penyimpangan karena kesalahan perencanaan. Misalnya karena tidak tepatnya definisi operasional variabel, kriteria satuan-satuan ukuran, dan sebagainya, memberikan peluang penyimpangan atau kesalahan pada hasil penelitian.
•Penyimpangan karena Penggantian Sampel. Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara sampel yang diteliti dengan sampel yang ditetapkan. M
•Penyimpangan karena salah tafsir dari petugas pengumpulan data maupun responden, yang dapat menyebabkan jawaban yang diperoleh dari responden menyimpang dari yang sebenarnya.
•Penyimpangan karena salah tafsir responden. Biasanya disebabkan karena responden sudah lupa akan masalah yang ditanyakan.
•Penyimpangan karena responden sengaja salah dalam menjawab pertanyaan. Hal ini dapat terjadi jika responden merasa curiga terhadap maksud dan tujuan penelitian, atau mungkin juga responden mempunyai maksud-maksud tertentu secara terselubung.
•?Penyimpangan karena kesalahan pengolahan data, misalnya salah dalam menambahkan, mengalikan, dan sebagainya.

Sementara itu, masalah yang dihadapi dalam Pembuatan Kerangka Sampling, di antaranya adalah sebagai berikut:
•Blank Foreign Elements
Yakni jika data populasi yang diperoleh dari sesuatu sumber tidak sesuai dengan kenyataannya di lapangan, sehingga terjadi orang yang sudah terpilih sebagai sampel tidak ditemui di lapangan. Hal ini disebabkan mungkin karena pendataannya yang tidak akurat atau datanya sudah kadaluarsa.

•Incomplete Frame
Ketidaklengkapan kerangka sampling terjadi karena ada unsur populasi (orang) yang seharusnya masuk di dalamnya, justeru tidak tercatat.

•Cluster of Elements
Kerangka sampling yang kita miliki tidak selamanya sama dengan yang kita butuhkan.