Rabu, 17 Februari 2010

KEMISKINAN VS HUMAN TRAFFICKING

KEMISKINAN VS HUMAN TRAFFICKING

Hati saya tergugah saat membaca Koran Pos kota tanggal 15 februari 2010 mengenai bayi yang dalam kandungan 7 bln dijual sejuta. Kejadian ini dilakukan oleh Ny. Yanti warga kp.sawah Tj. Priok.
Dahulu sering kita mendengar ungkapan banyak anak-banyak rejeki??Begitulah prinsip hidup orang dulu, tidak terlebih mereka memikirkan jikalau anak banyak di harapkan sang anak saat dewasa dapat membantu keuangan orang tua dengan bekerja(mungkin tanpa pembekalan sekolah yang memadai).
Tetapi sekarang ini dengan perekonomian yang semakin sulit pupuslah paradigma mengenai anak banyak rejeki. Dengan terdesaknya kebutuhan hidup dari sandang dan papan yang semakin mahal membuat orang semakin meninggalkan cara pemikiran itu.
Sepertinya dalam masyarakat pinggir perkotaan seperti Jakarta atau kota-kota besar lainnya di Indonesia, telah mulai tren atau gejala menjadikan seorang anak untuk ikut terjun mencari uang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan cara mengamen atau meminta-minta. Eksploitasi terang-terangan ini sangat menghiraukan karena kekerasan jalanan serta dampak lingkungan di jalanan pun akan dirasakan oleh anak.
Dan yang paling menggemparkan lagi yaitu maraknya penjualan bayi. Mungkin Ny. Yanti segelintir Ibu yang tega merelakan anak yang masih di kandungan untuk di jual akibat himpitan utang. Mencari uang dalam sekejap dan terbilang cepat ini sangat di sayangkan dan terbilang salah walaupun tujuannya adalah desakan perekonomian yang sulit, tetapi dalam hal ini anak dalah korban!!!
Inti dari semua masalah di atas adalah kesulitan berjuang hidup dalam himpitan di kota megapolitan seperti Jakarta yaitu kemiskinan yang mendera hampir seluruh masyarakat kota pinggiran. Masalah kemiskinan merupakan ujung tombak dan akar masalah mulai dari kelaparan, putus sekolah, kriminalitas, penjualan manusia (HUMAN TRAFFICKING).
Sanksi dan hukuman terhadap penjualan manusia harus mendapatkan hukuman yang keras, agar anak tidak lagi menjadi korban. Pemerintah terkait pun harus sering mengadakan penyuluhan terhadap warga miskin mengenai dilarangnya penjualan anak serta pemerintah setidaknya lebih berjuang secara aktif mengupayakan pemberantasan kemiskinan yang setiap tahun bertambah.

PELAYANAN MASYARAKAT YANG DI JADIKAN BISNIS OLEH RUKUN TETANGGA (RT)

PELAYANAN MASYARAKAT YANG DI JADIKAN BISNIS OLEH RUKUN TETANGGA (RT)

Tulisan ini saya buat karena saya keberatan dengan kebijakan dan pemikiran rukun tetangga di lingkungan saya. Rukun Tetangga (RT) adalah pembagian wilayah yang merupakan unsur terkecil di Indonesia. Rukun Tetangga di bawah naungan Rukun Warga. Rukun Tetangga bukanlah termasuk pembagian administrasi pemerintahan, dan pembentukannya adalah melalui musyawarah masyarakat setempat dalam rangka pelayanan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Kelurahan.
Peran rukun tetangga dalam penyelenggaraan pemerintahan terkecil ini sangat berperan dalam pembangunan masyarakat, serta dapat melihat langsung keadaan yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Rukun tetangga harus lebih peka dan memeliki sikap sensitivitas dalam dirinya untuk menanggapi setiap keadaan dan masalah yang di hadapi oleh masyarakatnya, seperti kemiskinan, kematian, dll.
Mengigat pentingnya peran rukun tetangga, maka sebagai ketua dituntut untuk memiliki jiwa pengabdian tinggi yang berlandaskan tanggung jawab dengan mementingkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.
Peran RT sangat diharapkan untuk membantu Kebijiakan dari atasannya seperti kelurahan atau kecamatan dalam hal pelaksanaan program-program kerja yang dapat langsung berhadapan dengan masyarakat. Sekarang ini RT pun mendapat tunjangan atas tugas pokok jabatannya yang dapat diartikan RT bisa memisahkan antara prioritas pelayanan masyarakat atau bisnis untuk melayani masyarakat.
Tetapi, kurangnya pengawasan dari organisasi diatasnya seperti RW, maka RT pun dapat bertindak semena-mena terhadap masyaraknya, terlebih terhadap masyarakat yang Dia anggap tidak berpihak pada pencalonan dirinya sebagai RT. Sangat di sayangkan pada pemilihan RT tidak memiliki persyaratan yang spesifikasi seperti pemilihan Rw atau Lurah agar dapat dipilih secara objektif tanpa masyarakat takut untuk bersuara. Unsur PREMANISME dan berbau kecurangan dalam pemilihan RT pun sudah lumrah di lingkungan saya. Misalnya warga lain yang tidak memiliki catatan di RT sebagai warga terkait pun dapat memilih, fasilitas memilih ini pun di berikan RT terdahulu untuk memperbanyak pemilih untuk memilih dirinya kembali, dan setelah terpilih anda bayangkan bagaimana kebijakan untuk mementingkan kebutuhan masyarakat di remehkan seperti: program pemerintah beras murah yang dapat dinikmati oleh rakyat miskin hampir semuanya di jadikan bisnis oleh RT dengan cara membeli semua beras yang seharusnya hak warga kemudian di jual lagi ke pasar, warga hanya di berikan satu kupon untuk 1 liter beras saja!!!keterlaluan bukan????MERAUP KEUNTUNGAN DIATAS KELAPARAN!!!!kejadian lainnya seperti warga miskin yang meninggal, yang tidak mampu untuk mengurus pemakaman di biarkan saja, RT tidak satupun membantu dalam hal administrasi meminta bantuan kepada RW atau Lurah, yang ada warga lain yang secara terdorong hatinya untuk menyumbang. Kemudian pengurusan administrasi seperti meminta persetujuan TTD RT untuk surat pengantar, RT meminta bayaran atas setiap TTD'a, warga di mintai bayaran yang berbeda dalam setiap surat pengantar.
Sebuah gambaran pahit dan suram dalam birokrasi yang terkecil di negara kita ini. Birokrasi seperti RT pun membisniskan segala cara untuk meraup kekayaan tanpa memikirkan warganya. Sepatutnya ini dijadikan evaluasi dan pembelajaran kepada birokrasi diatas RT, seperti RW atau LURAH untuk dapat benar-benar menyaring pemilihan seorang RT yang kompeten, bertanggung jawab, dan memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap warganya tanpa adanya unsur premanisme, sehingga penyelenggaran pelayanan dalam lingkup RT kepada warga pun dapat berjalan baik dan masyarakatnya pun puas terhadap kinerjanya serta merasa hak-hak warga dipenuhi.